Daftar Isi
Tradisi kebudayaan Jepang.
‘Matsuri’ adalah salah satu tradisi di Jepang yang hingga kini masih terus diberlangsungkan. Matsuri yang berarti festival merupakan tradisi paling sakral dan terbesar diantara berbagai tradisi lainnya.
Dalam buku ‘kojiki-den’, matsuri ialah kami ni tsukaematsuru koto yang berati bersembah yang kepada dewa.
Secara konkrit, kegiatan yang dilakukan masyarakat Jepang dalam rangka menyambut dewa, menyuguhkan sesaji, serta mengabdikan diri kepada dewa.
Sebuah jurnal menarik yang dipublikasikan oleh American Folklore Society pada tahun 2004, menjelaskan secara harfiah, matsuri merupakan persembahan untuk menyenangkan dan memukau para dewa dengan cara pentas seni visual, musik, dan tarian yang bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kemakmuran di masa depan.
Kurator dan sejarawan, Gloria Granz Gonick menghabiskan sedekade hidupnya untuk mendokumentasikan matsuri di Jepang dengan pendekatan etnografi, yang memungkinkan wisatawan merasakan lebih banyak ‘spirit’ langsung euforia festival orang Jepang.
Lebih lanjut, meskipun festival ini berfokus pada peran sentral seni visual dalam berkomunikasi dengan para dewa dan memperkuat kohesi masyarakat, matsuri juga menyematkan struktur dan estetika budaya secara menyeluruh.
Rangkaian acara Matsuri tersebut biasanya dimulai dari tempat yang sunyi di sebuah kuil, kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan parade Mikoshi (tandu untuk para dewa).
Matsuri ditutup dengan tarian dan penampilan teater yang lebih terstruktur—menandakan adanya transisi dari kebiasaan yang tidak teratur ke perilaku yang lebih tertib serta pembaharuan ritual.
Bagian berikutnya akan mengeksplorasi tentang pengaruh festival seni terhadap teater Jepang, seperti Noh dan Kabuki, serta mantel yang dilukis dengan rumit dan berlapis yang dipamerkan oleh pasukan pemadam kebakaran pada saat pelaksanaan Matsuri.
Nah, ternyata terdapat beberap fakta unik selama diselenggarakannya matsuri, diantaranya sebagai berikut:
1. Tradisi Empat Musim
Matsuri diadakan di setiap musim, yakni empat kali dalam setahun. Karena Jepang merupakan negeri empat musim.
Acara yang berlangsung di masing-masing festival berbeda-beda sesuai dengan namanya. Ada Sanja-matsuri (musim dingin), Tako-matsuri (musim gugur), dan Golden week-matsuri (musim semi).
Adapun pada musim panas, matsuri yang diadakan dikhususkan untuk penghormatan pada roh nenek moyang bangsa Jepang.
Festival musim panas ini diselenggarakan lebih kepada nuansa ritual. Biasanya digelar kegiatan seperti bazar serta festival masakan tradisional khas Jepang.
2. Berbagai Festival Budaya
Bila Matsuri tiba, tiap-tiap sigake (kecamatan) menggelar festival. Dalam festival tersebut digelar berbagai macam kesenian tradisional budaya setempat seperti tarian, nyanyian atau pertunjukan barongsai Jepang.
Terdapat pula pameran benda-benda unik seperti sepatu tradisional yang terbuat dari anyaman rotan serta keramik-keramik bersejarah. Pada Hina-matsuri digelar festival boneka tradisional Jepang.
Disetiap festival, umumnya para peserta mengenakan busana tradisional Jepang, kimono. Ini juga menjadi daya tarik para pengunjung matsuri.
Pergelaran festival biasanya berlangsung di dekat kuil atau kelenteng. Sebab, festival selalu dimulai dengan upacara ritual keagamaan.
Satu kuil yang paling terkenal adalah kuil Sensoji, Tokyo. Kuil ini menjadi salah satu pusat pariwisata ketika berlangsungnya festival matsuri, terutama saat musim dingin atau Sanja-matsuri.
3. Festival Layang-Layang
Tradisi matsuri yang paling menarik semua stakeholder disana adalah Tako-matsuri yang merupakan agenda utama festival ini. Yup, festival layang-layang hias!
Festival ini diikuti oleh berbagai macam peserta dari berbagai kecamatan. Setiap kecamatan bisa mengirimkan paling tidak 50 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 10-20 orang.
Layang-layang yang diikutsertakan dalam festival biasanya diberi nama tokoh-tokoh populer di Jepang.
Ada pula yang memberi nama bunga sakura, gunung Fujiama, dan lainnya. Tentu saja bentuk dan warnanya memiliki variasi yang bermacam-macam, termasuk aksesoris yang digunakan.
Sebelum hari ‘H’ acara, para kelompok peserta dari berbagai kecamatan (sigake) sudah mempersiapkan diri dengan sket gambar, merancang dan membentuk layang-layang bersama tim mereka.
Yang menjadi daya tarik utama festival ini bukanlah hadiah, melainkan kepuasan saat menerbangkan layang-layang hasil kerja sama kelompok bisa terbang tinggi dan beraksi di angkasa.
Sebab, apabila tujuannya hanya mengejar hadiah, terkadang biaya pembuatan layang-layang ini lebih besar ketimbang jumlah hadiah utamanya.